PENDAHULUAN
Berbagai program
pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang telah
dilaksanakan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum memperlihatkan
hasil yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun perlu didukung
dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat lainnya.
Dengan pendayagunaan zakat, tentunya.
Dengan pendayagunaan zakat, tentunya.
Sebagai salah satu
sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki
ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan
terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zakat seyogyanya
menjadi dana produktif agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati akan tetapi
juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk kemaslahatan umat.
Hasil penghimpunan zakat
haruslah berputar, tak lagi hanya sekedar untuk dikonsumsi, akan tetapi perlu
dimanfaatkan, agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi produktif.
Produktif, artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas manfaat dari
sesuatu.
Berikut akan kami
uraikan bagaimana aspek manajemen pendayagunaan zakat, dengan demikian,
diharapkan zakat mampu membantu pemerintah dalam upaya penyejahteraan
masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Aspek Manajemen
Aspek Manajemen
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari beberapa aspek kajian dalam sebuah
laporan kegiatan organisasi. Keberhasilan suatu proyek/kegiatan yang telah
dinyatakan layak untuk dikembangkan, sangat dipengaruhi oleh peranan manajemen
dalam pencapaian tujuan proyek/kegiatan.
Aspek manajemen
dalam hal ini menyangkut fungsi-fungsi
manajemen secara umum yaitu sebagai berikut:[1]
1. Planning
(Perencanaan)
Perencanaan
adalah penentuan sasaran yang ingin dicapai, tindakan yang harus dilakukan,
bentuk organisasi yang tepat untuk mencapainya dan orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.[2]
Proses
perencanaan terdiri dari beberapa langkah, yaitu:[3]
- Perkiraan dan penghitungan masa depan
- Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
- Penetapan tindakan-tindakan dan prioritas pelaksanaannya
- Penetapan metode
- Penetapan penjadwalan waktu
- Penempatan lokasi
- Penetapan biaya, fasilitas, dan faktor-faktor lain yang diperlukan.
2. Organizing
(Pengorganisasian)
Pengorganisasian
adalah membagi pekerjaan yang telah ditetapkan kepada anggota organisasi
sehingga pekerjaan terbagi ke dalam unit-unit kerja. Pembagian pekerjaan ini
disertai pendelegasian kewenangan agar masing-masing melaksanakan tugasnya
dengan tanggung jawab. Untuk mengatur urutan proses berjalalnnya arus kerja
perlu dibuat ketentuan mengenai prosedur dan hubungan kerja antar unit.
Pengorganisasian
adalah penetapan struktur peran melalui penentuan berbagai aktivitas yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan dan bagian-bagiannya, pengelompokan
aktivitas, penugasan, pendelegasian wewenang, serta pengkoordinasian hubungan
wewenang dan informasi dalam struktur organisasi.[4]
Langkah
pokok dalam proses pengorganisasian:[5]
- Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan
- Pembagian kerja ke dalam aktivitas-aktivitas secara logis dan dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
- Mengelompokkan aktivitas yang sama menjadi departemen dan menyusun skema kerja sama
- Menetapkan mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan anggota dalam kesatuan kerja
- Membantu efektivitas organisasi dan mengambil langkah penyesuaian untuk mempertahankan atau meningkatkan efektivitas.
3. Actuating
(Pelaksanaan)
Penggerakan
adalah upaya manajer dalam menggerakkan anggotanya untuk melakkukan pekerjaan
secara efektif dan efisien berdasarkan perencanaan dan pembagian tugas. Untuk menggerakkan
para anggotanya diperlukan tindakan motivasi, menjalin hubungan,
penyelenggaraan komunikasi, dan pengembangan atau peningkatan pelaksana.[6]
Berikut
adalah fungsi penggerakan, yaitu:[7]
- Memperngaruhi orang lain untuk mengikuti perintah atau arahan pimpinan
- Melunakkan daya resistensi pada seseorang
- Membuat orang lain menyukai tugasnya sehingga dapat mengerjakan dengan baik
- Mendapaatkan dan memelihara kecintaan kepada pimpinan, tugas serta organisasi
- Menanamkan dan memupuk tanggung jawab secara penuh
4. Controling
(Pengawasan)
Pengawasan
dan pengendalian dilakukan agar aktivitas organisasi berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Bila terjadi deviasi (penyimpangan), maka
manajer segera memberikan peringatan untuk meluruskan kembali langkah-langkah
agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pengawasan
adalah upaya sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan, merancang
sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja actual dengan standar yang
telah ditentukan, menetapkan apakah terjadi penyimpangan atau tidak, dan
mengukur signifikansi penyimpangan bila terjadi penyimpangan, serta mengambil
tindakan perbaikan untuk menjamin bahwa semua sumber daya telah digunakan
seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi.[8]
B. Aspek
Manajemen Zakat
Pendayagunaa
merupakan kegiatan untuk memberikan multimanfaat bagi mustahik zakat dengan
memanfaatkan hasil penghimpunan zakat. Dalam hal ini berarti dana zakat
berorientasi pada kegiatan produktif, bukan hanya konsumtif.
Aspek manajemen
zakat merupakan hal yang penting dan fundamental. pengelolaan zakat dilakukan
mengikuti manajemen modern. Dalam kelembagaan pengelolaan zakat terdapat unsur,
pertimbagan, unsur pengawas, unsur pelaksana. Keberadaan tiga unsur dalam
kelembagaan pengelolaan zakat menunjukkan adanya penerapan manajemen modern
dalam pengelolaan zakat.
Manajemen
zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 yang sudah diamandemen menjadi
UU No.23 Tahun 2011 dinyatakan bahwa
“Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat”.
Kualitas
manajemen suatu lembaga pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk
itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya.
- Amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang dibangun
- Sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup, harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya
- Transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga
kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan
prinsip-prinsip operasionalnya, yaitu:
Pertama,
Aspek Kelembagaan. Dari aspek kelembagaan,
pengumpul zakat seharusnya memperhatikan berbagai faktor, yaitu: visi
dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi,
aliansi strategis.
Kedua, Aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset yang
paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi
amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu
diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah
sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, Aspek Sistem Pengelolaan.
Pengumpul zakat harus memiliki sistem pengelolaan yang baik,
unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah lembaga tersebut harus memiliki
sistem, prosedur dan aturan yang jelas, manajemen yang terbuka, mempunyai activity
plan, mempunyai lending commite, memiliki sistem akuntansi dan
manajemen keuangan, diaudit, publikasi, dan perbaikan secara berkala.
Pendayagunaan
zakat menurut Pedoman Pelaksanaan Zakat di DKI Jakarta ditetapkan sebagai
berikut:[9]
- Bersifat edukatif, produktif, dan ekonomis agar para mustahik pada suatu masa tidak memerlukan zakat lagi, dan diharapkan perlahan menjadi muzakki
- Untuk fakir miskin, muallaf, dan ibnu sabil, pendayagunaan zakat dititikberatkan pada pribadinya bukan pada lembaga hokum yang mengurusnya. Kebijakan ini dilakukan agar unsure pendidikan dalam pendistribusian zakat lebih terasa
- Bagi kelompok ami, gharim, dan sabilillah, pendayagunaan dititikberatkan pada bagan hokum atau lembaga yang menanunginya
- Dana-dana zakat yang tersedia tidak diberikan langsung kepada mustahik melainkan dengan memanfaatkan layanan pada bank pemerintah untuk disimpan berupa giro, deposito, atau sertifikat atas nama badan amil zakat yang bersangkutan.
C. Aspek
Manajemen Pemberdayaan Zakat
1.
Pola
Pengumpulan Zakat (Fundraising)
- Pemerintah tidak melakukan pengumpulan zakat. Melainkan hanya berfungsi sebagai Motivator, Regulator, dan fasilitator dalam pegumpulan zakat.
- Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.
- Pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat melalui conter zakat, unit pengumpulan zakat, pos, bank, pemotongan gaji, dan pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
2.
Pola
Pendistribusian Zakat (Distribution)
- Pengertian Pola
Pola adalah gambaran yang dipakai untuk contoh. Pola
adalah bentuk yang dipakai sebagai acuan atau dasar membuat/melaksanakan
sesuatu yang dapat menguntungkan manusia.
Pola pendistribusian
zakat adalah bentuk penyaluran dana zakat dari muzzaki kepada mustahik dengan
melalui amil.
- Macam-macam Pola Pendistribusian Zakat
Kalau kita melihat pengelolan zakat pada masa
Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di plikasikan pada kondisi sekarang .
Kita dapati bahwa penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni
bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola
kontemporer/produktif.
- Pola Tradisional/Konsumtif (Bantuan Sesaat) yaitu penyaluran batuan dana zakat diberikan langsung kepada mustahik.
- Pola Kontemporer/Produktif (Bantuan Pemberdayaan)
Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada
dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis.
3.
Pola Pendayagunaan Zakat
- Pengertian Pola dan Pendayagunaan
“Pola” dalam kamus besar bahasa Indonesi artinya
sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan “Pendayagunaan”
adalah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil atau pengusahaan (tenaga dan
sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan
baik.
Pola pendayagunaan zakat adalah cara atau sistem
distribusi dan alokasi dana zakat berdasarkan tuntutan perkembangan zaman dan sesuai dengan cita dan rasa syari’at, pesan dan
kesan ajaran Islam.
- Sasaran Pendayagunaan Zakat (Empowering).
Allah SWT menetapkan delapan golongan mustahik
(asnaf Mustahik). Terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorimin,
fisabilillah, dan ibnu sabil.
klasifikasi golongan mustahik dapat dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu : kelompok permanen dan kelompok temporer.
1). kelompok pemanen : fakir, miskin, amil, dan muallaf.
Empat golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelolaan zakat dan karena itu penyaluran dana
kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu
penerima berganti-ganti.
2). Kelompok temporer : riqob, ghorimin, fisabilillah
dan ibnu sabil. Empat golongan mustahik kini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu organisasi pengelolaan zakat
D. Aspek
Manajemen Pendayagunaan Zakat
Salah satu
fungsi zakat adalah fungsi sosial sebagai sarana saling berhubungan sesame
manusia, antara muzakki dengan mustahik, dan juga para amil. Oleh karena itu,
dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial masyarakat,
sehingga tidak hanya bersifat konsumtif yang habis terpakai, tetapi juga
menjadikan dana zakat bersifat produktif agar manfaat yang diberikan lebih luas
dan besar. Dengan demikian, diharapkan dana zakat mampu membuka kesempatan
berkembang bagi para mustahik agar di kemudian hari menjadi muzakki.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, tentu tidak mudah dalam upayanya, diperlukan fungsi-fungsi
manajemen untuk mengatur dan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dalam
pendayagunaan zakat sesuai dengan apa yang direncanakan untuk mencapai tujuan.
Manajemen zakat
yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat
sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah
memerintahkan untuk memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat
At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak
mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf.
Dari kedua ayat
tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari penghimpunan sampai
dengan pendistribusian, dilakukan oleh sekelompok orang atau dalam bentuk
lembaga karena tidak mungkin jika dilakukan hanya seorang. Dalam operasional
zakat, ada kegiatan mendelegasikan tugas yang dilakukan oleh para amil zakat.
Inilah yang mendasari bahwa zakat harus dikelola secara profesional dan
terorganisir.
Manajemen
pendayagunaan zakat berarti membahas usaha yang saling berkaitan dalam
menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan
terarah, sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dua sisi. Pada
satu sisi zakat merupakan ibadah yang berfungsi sebagai penyucian terhadap
harta dan diri pemiliknya, pada sisi lain zakat mengandung makna sosial yang
tinggi. Dengan semakin luasnya objek zakat dengan jenis usaha yang sangat
variatif di bidang pertanian, perindustrian, peternakan dan profesi semakin
besar peluang untuk penggalangan dana dari sektor zakat. Akan tetapi kesuksesan
dalam penggalangan dana saja tidak akan mencapai sasaran, jika pendayagunaan
dana zakat tidak dikelola secara profesional.
Manajemen
pendayagunaan zakat berarti membahas usaha yang saling berkaitan dalam
menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan
terarah, sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat
Statistik, Evaluasi Pelaksanaan Program Kemiskinan Terpadu 2000, ( Jakarta:BPS,
2001)
Yayat
M. Herujito, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta:PT. Grasindo, 2001)
A. M. Kadarman,
Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:PT. Prenhallindo, 2001)
Abdul
Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993)
Adi
Kadarmin dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 1999)
Mohammad
Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI-Press, 1998)
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA, Manajemen Pendayagunaan Zakat dan
Wakaf,
[1] Yayat M.
Herujito, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta:PT. Grasindo, 2001), h. 18.
[2] A. M.
Kadarman, Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:PT.
Prenhallindo, 2001), h. 54.
[3] Abdul Rosyad
Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993), Cet.
Ke-3, h. 54.
[4] Ibid, h.
82
[5] Yayat M.
Harujito, Op.cit, h. 126-127
[6] Abdul Rosyad
Shaleh, Op.cit, h. 112.
[7] Adi Kadarmin
dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 1999), h. 87-88.
[8] A.M. Kadarman
dan Yusuf Udaya, Op.cit, h. 161
[9] Mohammad Daud
Ali, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI-Press, 1998), h. 68-70
izin copas
ReplyDeleteizin copas
ReplyDelete